Kamis, 18 Oktober 2012

Cicak VS Buaya

Perseteruan KPK versus Polri yang berakhir dengan 'kemenangan' KPK sering dianalogikan dengan Cicak VS Buaya. Mungkin karena sama-sama lembaga penegak hukum, sehingga sama-sama digambarkan sebagai reptil. Tapi karena ukurannya jauh lebih besar Polri, maka pengayom masyarakat pimpinan Timur Pradopo ini seolah-olah seperti buaya ketika berhadapan dengan KPK dibawah Abraham Samad yang tampak seperti cicak. Sebenarnya di alam nyata hampir tidak pernah terjadi pertarungan antara cicak melawan buaya. Hanya pidato Presiden SBY saja yang berhasil memenangkan sang 'cicak' ketika berhadapan dengan si 'buaya'.

Cicak atau cecak secara ilmiah termasuk dalam infraorder: Gekkota >> suborder: Scleroglossa >> Order: Squamata >> kelas: Reptilia >> filum: Chordata. Masih berkerabat dengan buaya yang sama-sama memiliki kelas Reptilia walaupun di tingkatan order termasuk Crocodylia.

Hal yang menarik tentang cicak adalah kemampuan cicak untuk tidak jatuh ketika merayap di dinding. Apakah cicak memiliki daya anti-gravitasi? Ternyata tidak. Kemampuannya merayap berasal dari rambut-rambut kecil yang berjumlah milyaran di kakinya yang disebut spatula. (Mungkin gambarannya seperti duri halus milik Spiderman di film pertama yang dibintangi Tobey Maguire.) Kumpulan dari setiap 1000 spatula ini disebut setae. Rambut-rambut yang sangat kecil ini memungkinkan untuk menyelinap diantara pori-pori dinding (bahkan kaca) dan membuat ikatan yang kuat sehingga bisa seolah-olah menempel.



Cicak juga dianugerahi Tuhan kemampuan untuk mengecoh pemangsanya ketika terancam (mimikri), yaitu dengan memutuskan ekornya yang masih dapat bergerak-gerak setelah putus, sehingga pemangsa akan cenderung menangkap ekornya. Cicak sendiri dapat menumbuhkan kembali ekornya meskipun tidak sama persis dengan ekor sebelumnya yang disebut autotomi.

Dalam agama Islam, cicak dikisahkan sebagai satu-satunya hewan yang meniup api (hingga api itu membesar) saat nabi Ibrahim dibakar oleh raja Namrud dari Babylon. Dalam beberapa Hadits (HR Muslim dan Ahmad) Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk membunuh cecak (dalam beberapa versi disebut tokek) akibat dosanya terhadap Ibrahim AS dulu. 


Beralih ke Buaya.
Inilah fosil hidup yang masih bisa kita saksikan, paling tidak di kebun binatang. Ya, buaya adalah binatang purba yang hanya mengalami sedikit evolusi sejak zaman dinosaurus. Fosil buaya yang pernah ditemukan ada yang telah berusia ribuan tahun, dalam periode dinosaurus. Kerangkanyapun memiliki banyak kemiripan dengan dinosaurus dibanding reptil lain, terutama tulang iga-nya yang termodifikasi menjadi gastralia.

Buaya terbesar yang masih hidup sampai saat ini adalah buaya muara raksasa sepanjang 7,1 m dengan berat sekitar 1200 kg yang hidup di suaka-margasatwa Bhitarkanika, India. Selain ukurannya yang membuat buaya menjadi pemuncak piramida makanan di habitatnya, buaya juga memiliki kekuatan gigitan yang paling besar hingga 5000 psi (pound per square inch). Jauh lebih besar dari anjing rottweiler (315 psi), hiu putih besar (400 psi), atau bahkan hyena (1000 psi). Kekuatan gigitannya diperparah dengan cara buaya berburu, yaitu menyergap dan memutar mangsanya serta menyeretnya ke dalam air. Ekornya yang panjang dan bergerigi serta cakarnya yang kuat dan tajam ikut menambah kengerian terhadap buaya.

Hal unik yang tidak banyak diketahui orang tentang buaya adalah kemampuannya untuk menemukan kembali habitatnya (homing instinct). Suatu kali seekor buaya di Australia pernah dipindahkan dari habitatnya sejauh 400 km menggunakan helikopter, dan 3 hari kemudian buaya itu telah terpantau kembali ke tempat asalnya. Berbeda dengan hewan pada umumnya, buaya tidak menurunkan kromosom dengan jenis kelamin tertentu. Jenis kelamin buaya lebih ditentukan oleh suhu saat telur dierami/dalam sarang. Pada buaya muara, bila suhunya 31,6 C, bisa dipastikan anak buaya yang menetas jantan, namun bila lebih rendah atau lebih tinggi dari suhu tersebut, anak buaya yang menetas akan betina.   Buaya juga salah satu hewan yang berumur panjang dengan rata-rata usia mencapai 70 tahun dan yang tertua pernah mencapai usia 115 tahun di kebun binatang Rusia. Mirip dengan usia harapan hidup manusia.

Buaya akan sangat ganas terhadap manusia (dan juga hewan lain) yang mendekatinya saat musim kawin dan bertelur. Angka kematian manusia akibat serangan buaya tercatat sebagai tertinggi kedua setelah nyamuk. (Nyamuk? ya, karena nyamuk menularkan penyakit berbahaya seperti malaria dan demam berdarah). Jenis paling berbahaya adalah buaya muara dan nil yang membunuh ratusan orang per tahun di Asia Tenggara dan Afrika. Tetapi, pembunuhan terbesar justru dilakukan manusia terhadap buaya. Pada tahun 2002, Indonesia telah mengekspor lebih dari 15.000 potong kulit buaya dalam bentuk barang kerajinan seperti tas, jaket, ikat pinggang, sepatu, dimana 90% -nya berasal dari penangkaran buaya.








   


3 komentar: